River Safari Cruis

Bekantan are native to the wetland forest. They are living among trees. So while on river safari cruise.

Summer course Program

Proboscis monkey conservation in Bekantan Research Station Curiak Island South Kalimantan

Donation for Bekantan Conservation

WA 0812 5826 2218 (SBI Official) | Paypal ID Saveproboscismonkey| BNI ACC 0339933396

Observation

Observation Proboscis Monkey Habitat in Curiak Island South Kalimantan

Endangered Species

Support and Help Amalia Rezeki and Her SBI Foundation For Bekantan Conservation in South Kalimantan - Indonesia

Sabtu, 09 Maret 2024

Dunia Sambut Gembira Kelahiran Bayi Bekantan Di Stasiun Riset Bekantan - Situs Geopark Meratus

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Awal tahun ini, bertepatan peringatan World Wildlife Day, 3 Maret 2024. Dr Amalia Rezeki founder Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) kembali menyambut kelahiran tiga ekor bayi bekantan, di Stasiun Riset Bekantan di kawasan Pulau Curiak yang juga merupakan situs Geopark Meratus di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Bayi Bekantan di Pulau Curiak

Amel, sapaan akrab Doktor Konservasi Bekantan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini, mengatakan bayi bekantan yang belum teridentifikasi jenis kelaminnya itu lahir dari tiga indukan bekantan betina yang berbeda dari kelompok alpha. Kelahiran bayi bekantan tersebut terjadi dengan rentang waktu satu bulan. Yang pertama lahir akhir bulan januari dan yang kedua serta yang ketiga lahir pada awal bulan maret 2024 ini.

Dua Bayi bekantan di Pulau Curiak

“Alhamdulillah, kelahiran bayi-bayi bekantan ini, adalah merupakan anugerah terindah dari kerja keras SBI yang berupaya memulihkan ekosistem mangrove rambai di kawasan penyangga habitat bekantan yang awalnya hanya 14 individu di tahun 2016, dan kini populasinya bertambah menjadi 46 individu,” jelas Amel dengan gembira, Senin (4/3/2024).

SBI

Sementara itu Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalsel menyambut gembira atas kelahiran bayi bekantan di Stasiun Riset Bekantan – Pulau Curiak, dan mengapresiasi upaya mitra binaannya SBI dalam turut mendukung program pemerintah terhadap pelestarian bekantan di Indonesia.

“Saya menyambut gembira atas kelahiran bayi bekantan tersebut. Itu menunjukkan habitat populasi bekantan disana bagus, kondisi pakannya, dan
Kemudian kondisi lingkungannya nyaman, karena bekantan ini jika berada di lingkungan yang tidak nyaman bisa menyebabkan stres,” kata M. Ridwan Effendi, S.Hut, M.Si, Plt Kepala BKSDA Kalsel.

Disisi lain, Prof. Tim Roberts dari University of New Castle – Australia, yang namanya diabadikan dikawasan riset dan konservasi bekantan ini ( Camp Tim Roberts ). Ia senang mendengar berita kelahiran bayi bekantan dan mengapresiasi kerja keras tim SBI dalam upaya pelestarian bekantan.

“ Thanks so much for this great news. Very exciting to hear the troop is growing. It is a testament to your hard work. I look forward to seeing you again in Indonesia “, puji Prof. Tim Roberts pada Amel sebagai founder SBI yang mengelola kawasan Camp Tim Roberts.

Sedangkan Prof. Charles Lee, peneliti bekantan dari University of New Castle – Singapure, yang juga ikut terlibat membantu pengembangan Stasiun Riset Bekantan serta upaya pelestarian bekantan. Merasa senang dan bangga bisa turut berkontribusi nyata.

“Congratulations to SBI for giving me such an opportunity to be involved in this life long project. I feel very privileged to contribute only a very small part of this journey,” jelas Prof. Charles Lee. (ful/KPO-3)

Rabu, 05 Juli 2023

Kerja Keras SBI Selamatkan Bekantan dan Habitatnya

Keberadaan satwa liar sering menjadi parameter kondisi lingkungan atau habitat tempat mereka tinggal. Semakin rusak habitat, semakin besar kemungkinan satwa liar berkurang populasinya atau punah.

bekantan

Di Kalimantan Selatan, bekantan (Nasalis larvatus) merupakan satwa endemik yang dilindungi dan menjadi maskot daerah tersebut. Primata berhidung mancung dan dikenal pemalu ini berstatus terancam punah (Endangered) terutama akibat kerusakan dan alih fungsi habitat, kebakaran hutan, perburuan liar, dan perubahan iklim.

Kondisi tersebut mendorong Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) untuk menyelamatkan bekantan dan habitatnya di Pulau Curiak, Kabupaten Barito Kuala. Setelah berjalan hampir sepuluh tahun, jerih payah komunitas ini berbuah manis. Pada Juli 2022, SBI menerima penghargaan Kalpataru 2022 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas dedikasinya dalam meningkatkan populasi bekantan dan menambah luas lahan hutan mangrove rambai.

Amalia Rezeki

Membeli kembali lahan

SBI didirikan oleh Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia). Sejak awal, komunitas ini mengusung misi ‘Save Our Mascot’ dengan menggalakkan sosialisasi, perlindungan habitat, dan penghentian perburuan bekantan.

Untuk menyelamatkan bekantan dan melestarikan habitatnya, SBI menjalankan tiga program, yakni:

  1. Buy back land atau membeli kembali lahan yang telah atau sempat dialihfungsikan.
  2. Restorasi mangrove rambai.
  3. Pemberdayaan masyarakat. 

Untuk program yang pertama, SBI membeli kembali sejengkal demi sejengkal lahan yang semula merupakan hutan mangrove dan habitat bekantan serta keanekaragaman hayati lahan basah lainnya untuk direstorasi dan ditanami pohon mangrove rambai. Lahan tersebut sempat dibeli oleh pengusaha dan dialihfungsikan menjadi kawasan industri dan pemukiman.

Setelah dilakukan restorasi, luas Pulau Curiak yang semula hanya 2,4 hektare, kini bertambah menjadi 4,01 hektare. Sejak 2015, lahan di seberang Pulau Curiak dihutankan kembali dengan penanaman 10.000 pohon mangrove rambai (Soneratia caseolaris) sebagai zona penyangga habitat bekantan.

Pohon-pohon tersebut tumbuh dengan baik dan kini membentuk pulau delta baru di kawasan Sungai Barito yang sekarang dihuni oleh sekelompok bekantan. Selain sebagai habitat bekantan, hutan mangrove rambai juga dapat menyerap karbon dioksida empat kali lebih banyak dari hutan tropis lainnya.

Di samping itu, SBI juga menyediakan program Adopsi Bekantan. Program ini menyelamatkan bekantan yang tadinya dipelihara oleh masyarakat. Berkat restorasi hutan mangrove rambai dan adopsi bekantan, populasi bekantan di pulau tersebut berangsur-angsur meningkat, dari 14 ekor pada  tahun 2016 menjadi 38 ekor saat ini. Sepanjang 2022, delapan ekor bayi bekantan lahir di kawasan Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak dan satu ekor lahir di Bekantan Rescue Center Banjarmasin.

“Menyelamatkan bekantan tidak mungkin tanpa menyelamatkan habitatnya. Untuk itulah, kami tim SBI berusaha sekuat tenaga berupaya memenuhi daya dukung bagi habitat bekantan,” kata Amalia Rezeki, pendiri SBI yang juga dosen Pendidikan Biologi di Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

Kembangkan desa wisata

Tidak hanya menyelamatkan bekantan dan habitatnya, SBI juga mengembangkan desa wisata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Desa wisata dibuka dengan memanfaatkan bentang alam kawasan Pulau Curiak serta kearifan lokal masyarakat desa setempat.

Untuk mendukung pengembangan desa wisata tersebut, SBI memberikan berbagai pelatihan kepada masyarakat tentang kepariwisataan dan bisnis pendukungnya, dan membangun Rumah UMKM dengan dukungan dari PT Pertamina. Promosi digencarkan dengan membangun Bekantan Corner di Bandara Internasional Syamsudin Noor Banjarbaru dan berhasil menarik wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri untuk berkunjung.

Dalam menjalankan semua inisiatif tersebut, SBI tidak sendirian. Komunitas ini mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak, di antara ULM, lembaga pemerintah pusat, BUMN, pemerintah daerah, swasta, dan juga media massa.

Apa yang dilakukan oleh SBI merupakan contoh praktik baik yang dapat diadaptasi atau dikembangkan di daerah-daerah lain di Indonesia dalam rangka mendukung upaya penyelamatan satwa liar sekaligus melestarikan lingkungan untuk memitigasi dampak perubahan iklim. Kerja sama atau partisipasi semua pihak, terutama para pemangku kepentingan, merupakan hal penting untuk mendukung inisiatif semacam ini.


sumber  : greennetwork.id

Selasa, 04 Juli 2023

Raih Penghargaan Kalpataru Tahun 2022, Gubernur Kalsel Apresiasi Yayasan SBI

BANJARBARU – Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) berhasil meraih penghargaan Kalpataru tahun 2022, dalam kategori Penyelamat Lingkungan Hidup.

SBI dan Kalpataru

Penyerahan penghargaan dilakukan langsung oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, di Jakarta, Rabu (20/7).

Ketua Yayasan SBI, Amalia Rezeki (kanan), saat menerima penghargaan Kalpataru dari Wakil Menteri LHK, Alue Dohong (kiri)

Melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup provinsi Kalimantan Selatan, Hanifah Dwi Nirwana, Sahbirin mengaku bangga atas pencapaian yang telah diraih oleh yayasan yang telah berdiri sejak 2012 lalu tersebut.

“Bapak Gubernur mengucapkan selamat atas diraihnya penghargaan Kalpataru yang didapatkan oleh Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia,” ucapnya.

Yayasan SBI lanjut Hanifah, terpilih dari 184 usulan oleh 18 provinsi, yang terdiri dari 63 kategori perintis, 25 kategori pengabdi, 57 kategori penyelamat, dan 39 kategori pembina.

“Sahabat Bekantan Indonesia adalah salah satu dari tiga penerima penghargaan Kalpataru kategori penyelamat lingkungan hidup pada tahun ini, dari 25 usulan di seluruh Indonesia,” ungkapnya.

Sementara itu, Hanifah menuturkan, sejak 2012 lalu Yayasan SBI telah memberikan perhatian serius pada program perlindungan dan pelestarian Bekantan sebagai hewan endemik Kalsel yang kawasan konservasinya hampir punah.

Pemprov Kalsel sendiri diakuinya, sebelumnya juga telah memberikan penghargaan “Sasangga Banua” kepada Pimpinan Yayasan SBI, sebagai pejuang lingkungan kategori perorangan, atas kepedulian, komitmen, prakarsa dan motivasi yang secara terus menerus untuk lingkungan.

“Selain itu SBI juga mendapatkan berbagai penghargaan, baik dari dalam maupun luar negeri atas kiprah konservasi yang dilakukan,” tuturnya.

Hanifah menambahkan, Gubernur Kalsel juga mengajak seluruh masyarakat, untuk ikut memberikan perhatian dan berpartisipasi nyata dalam pelestarian lingkungan hidup Banua.

“Mulai dari diri sendiri, dari hal kecil, mulai sekarang juga,” tutupnya. (SYA/RDM/RH)


sumber :

https://abdipersadafm.co.id/2022/07/21/raih-penghargaan-kalpataru-tahun-2022-gubernur-kalsel-apresiasi-yayasan-sbi/

SBI makin semangat jaga kelestarian bekantan usai raih Kalpataru

Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) memastikan makin semangat menjaga kelestarian kera hidung panjang khas di tanah Borneo, yakni bekantan usai meraih penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Amalia rezeki

Ketua Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Amelia Rizki saat menerima hadiah peraih Kalpataru dari Gubernur Kalsel pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2022 di halaman Kantor Gubernur Kalsel di Kota Banjarbaru, Selasa, menyatakan rasa syukurnya atas penghargaan tertinggi nasional tersebut.

Pihaknya akan menerima secara resmi piala penghargaan Kalpataru kategori penyelamat lingkungan dari pemerintah pusat yang acaranya bertempat di Bogor pada Kamis ini. 

"Kami sudah menerima surat resminya atas penghargaan Kalpataru ini, ini merupakan hasil kerja keras bersama, bukan perorangan, harapannya jadi semangat bagi generasi muda daerah ini untuk ikut menjaga kelestarian bekantan," tuturnya.

Amalia menyatakan, bahwa kehidupan hewan endemik bekantan sudah sangat terancam, karena kawasan konservasinya sudah mulai punah.

"Karenanya ini jadi sorotan pemerintah pusat," ujarnya.

Pihaknya di SBI, ucap Amelia, terus berupaya agar kehidupan bekantan dan wilayah tempat tinggalnya dapat tetap lestari, karena kera hidung panjang ini hanya ada di hutan Kalimantan.

Memang, kata dia, tempat konservasi bekantan yang khusus saat ini di Pulau Curian di daerah Kabupaten Barito Kuala, Kalsel.

Pihaknya berupaya terus memperluas ke wilayah lain di provinsi Kalsel ini hingga daerah di provinsi tetangga.

"Kita melakukan rescue itu bahkan lintas Kalsel hingga Kalimantan Tengah (Kalteng)," ujarnya.

Amelia juga menyatakan, SBI juga menjalin komunikasi dengan 3 provinsi lainnya, Kaltim, Kalbar dan Kaltara.

"Ini semua untuk penyelamatan bekantan, memang untuk penyelamatan mangrove atau hutan bakau di Pulau Curik, ini diharap jadi contoh untuk daerah lainnya, karena sebaran habitat bekantan itu banyak juga di luar lahan konservasi," ujar Amelia.

Dia pun menyampaikan, populasi bekantan sesuai data BKSDA pada 2013 sekitar 5 ribu ekor di wilayah Kalsel 

"Sekarang 50 persen menurun, karena banyak faktor eksternalnya," ungkap Amelia.

Di antaranya, tutur dia, kebakaran hutan, perburuan liar.

"Karena juga ada masyarakat yang masih memakan daging bekantan," ujarnya.


https://kalsel.antaranews.com/amp/berita/330945/sbi-makin-semangat-jaga-kelestarian-bekantan-usai-raih-kalpataru


Selamatkan mangrove rambai demi Bekantan

Sekelompok bekantan nampak asik bergelantungan di atas batang pohon rambai yang menjadi tumbuhan mangrove (bakau) di atas lahan basah perairan Sungai Barito kawasan Pulau Curiak, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Sel
atan. 


Bekantan

Sebagian ada yang sedang memakan buahnya sembari menggendong anak Bekantan di pangkuan sang induk betina.

Aktivitas kehidupan Bekantan di pohon rambai ini menjadi pemandangan menarik bagi para wisatawan minat khusus berkunjung ke Pulau Curiak yang kini jadi pusat riset dan konservasi bekantan di luar kawasan konservasi oleh Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI).

Populasi Bekantan di Pulau Curiak mengalami peningkatan jumlah dari 14 individu selama 2016 menjadi 38 ekor pada 2023 yang dicatat SBI.

Menurut Amalia Rezeki, pendiri sekaligus CEO SBI foundation, peningkatan populasi Bekantan seiring dengan peningkatan restorasi mangrove rambai yang menjadi tempat hidup sosok primata endemik Pulau Kalimantan tersebut.

Sejak 2017, SBI telah melakukan penanaman lebih dari 15 ribu bibit pohon rambai dan pada tahun ini rencananya ditambah 10 ribu batang tersebar di kawasan Stasiun Riset Bekantan dan Mangrove Rambai Center di Anjir Muara Pulau Curiak dan sekitarnya.

Restorasi mangrove rambai merupakan program yang untuk pertama kalinya dicanangkan oleh Amel, sebutan akrab Amalia Rezeki sang doktor konservasi Bekantan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

Baginya untuk menyelamatkan Bekantan, mesti menyediakan habitat berupa hutan mangrove rambai.

Di sisi lain memulihkan habitat Bekantan, berarti memulihkan ekosistem lahan basah berupa hutan mangrove rambai, yang juga menjadi upaya mitigasi bencana iklim akibat pemanasan global.

Selain penguatan kapasitas masyarakat lokal dalam upaya pelestarian mangrove, SBI juga sudah membangun "green house" mangrove rambai sebagai pusat pembibitan tumbuhan rambai.

Green house yang dibangun cukup menampung sekitar 10.000 bibit rambai yang disemai secara generatif dan dikelola oleh Kelompok Nelayan Peduli Lingkungan  Mangrove Rambai Lestari binaan SBI sejak lima tahun lalu.

Amel pun bertekad Pulau Curiak menjadi role model pemulihan ekosistem kawasan lahan basah terutama mangrove rambai di dunia.

Tekad Amel ini didukung sepenuhnya berbagai pihak yang peduli terhadap upaya konservasi Bekantan dan ekosistem, salah satunya PT Pamapersada Nusantara Banjarbaru yang menyokong pembangunan green house di Pulau Curiak.

Deputy BBSO Head Pamapersada Nusantara Arif Cahyadi mengatakan pembangunan green house adalah bentuk keberlanjutan komitmen pihaknya yang telah menjalin kerja sama dengan SBI selama lima tahun mendukung upaya pelestarian satwa endemik Kalimantan, serta pemulihan ekosistem mangrove, terutama jenis tumbuhan rambai yang memiliki dampak positif bagi penyerap karbon untuk penanganan perubahan iklim.

Sahabat Bekantan Indonesia bersama tim peneliti Universitas Lambung Mangkurat berupaya menyelamatkan keberadaan pohon rambai terbesar dan tertua di kawasan Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak.

Memiliki tinggi sekitar 25 meter dan lingkar batang hingga mencapai 2,71 meter, pohon rambai yang berada tepat di samping bangunan Camp Research Tim Roberts yang menjadi pusat studi dan penelitian bekantan serta ekosistem lahan basah itu kini terus dipelihara secara alami.

Secara ilmiah pada umumnya pohon rambai memiliki usia tumbuh antara 25 hingga 30 tahun hingga memasuki fase akhir dengan ditandai daun yang luruh serta pelapukan batang pohon dan kemudian mati.

Pohon rambai atau pidada merah merupakan salah satu jenis tanaman mangrove (bakau) yang tumbuh pada substrat dari kombinasi dominan lumpur dan pasir dengan kedalaman berkisar antara 18 hingga 22 centimeter serta selalu tergenang air.

Amel mengemukakan rencana menjadikan tempat tumbuh pohon rambai tua tersebut sebagai objek konservasi dan sekaligus wisata minat khusus, selain wisata konservasi bekantan yang telah dikelola sebagai Pusat Riset Ekosistem Lahan Basah di Kalimantan Selatan.

Alhasil, wisatawan bisa mendapat pengetahuan tentang pohon rambai raksasa dan pentingnya menjaga keberadaan pohon secara lestari bagi planet bumi.

Adapun perubahan iklim yang ekstrem, bencana alam dan peningkatan suhu panas bumi adalah salah satu akibat dari kerusakan alam karena berkurangnya pohon di muka bumi.

Sudah saatnya membangun mata rantai kepedulian bersama dengan melakukan aksi nyata dalam menyelamatkan peradaban di bumi melalui upaya sederhana dengan menanam pohon sebagai masa depan dan peradaban masyarakat di dunia.

Untuk itulah, Amel mewajibkan setiap pengunjung ke kawasan Pulau Curiak untuk menanam pohon, terutama pohon rambai agar tetap terjaga populasinya dan lestari.

Pulau Curiak yang kini resmi ditetapkan sebagai salah satu situs Geopark Meratus di rute barat dengan tema "Pesona susur sungai orang Banjar" terus menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung.

Letaknya yang berada tak jauh dari Pulau Bakut sebagai pulau di bawah Jembatan Barito, jembatan sepanjang 1.082 meter melintasi Sungai Barito akses Jalan Trans Kalimantan dari Kalimantan Selatan ke Kalimantan Tengah.

Pulau Bakut merupakan kawasan konservasi bekantan yang dijaga kelestarian oleh pemerintah dan terlarang bagi masyarakat mengambil dan memperjualbelikan satwa dilindungi yang ada di dalamnya.

Sementara Pulau Curiak diinisiasi SBI untuk dijadikan konservasi bekantan di luar kawasan konservasi.

Bagi wisatawan yang ingin ke Pulau Curiak, cukup menumpangi kapal kecil atau perahu bermesin dari dermaga di bawah Jembatan Barito dengan jarak tempuh sekitar 30 menit menyusuri sungai.

Dalam wisata minat khusus yang dikembangkan SBI bertajuk "Bekantan Ecotour", pengunjung diajak menyusuri trek hutan mangrove atau bakau hasil restorasi.

Objek wisata minat khusus banyak dimanfaatkan sejumlah sekolah dan perguruan tinggi untuk edukasi serta penelitian keragaman hayati khas lahan basah.

Bahkan setiap bulan ada pelajar dan mahasiswa yang berkunjung ke Stasiun Riset Bekantan baik lokal maupun manca negara.

"Bulan Juni lalu ada wisatawan dari Jepang dan Hongkong berjumlah sekitar 20 orang, serta bulan Juli ini rencananya 40 mahasiswa dari Australia," kata Amel.

Mengedepankan wisata alam yang ramah lingkungan, Pulau Curiak siap berkontribusi menciptakan kelestarian alam bersama 54 situs lainnya di Kalimantan Selatan yang membentang di kawasan Pegunungan Meratus sebagai Geopark Nasional Indonesia dan kini dalam penilaian menjadi UNESCO Global Geopark.

https://kalsel.antaranews.com/amp/berita/377853/selamatkan-mangrove-rambai-demi-bekantan