River Safari Cruis

Bekantan are native to the wetland forest. They are living among trees. So while on river safari cruise.

Summer course Program

Proboscis monkey conservation in Bekantan Research Station Curiak Island South Kalimantan

Donation for Bekantan Conservation

WA 0812 5826 2218 (SBI Official) | Paypal ID Saveproboscismonkey| BNI ACC 0339933396

Observation

Observation Proboscis Monkey Habitat in Curiak Island South Kalimantan

Endangered Species

Support and Help Amalia Rezeki and Her SBI Foundation For Bekantan Conservation in South Kalimantan - Indonesia

Minggu, 18 Mei 2025

Dr. Amalia Rezeki sambut wisatawan kapal pesiar Australia di Stasiun Riset Bekantan

Sekitar 46 wisatawan minat khusus mancanegara dari berbagai negara, seperti Australia, Switzerland dan Amerika Serikat yang menaiki Kapal Pesiar Coral Geographer, Selasa (7/1) berkunjung di Stasiun Riset Bekantan di Pulau Curiak,  Kalimantan Selatan untuk melihat sanctuary alami Bekantan (Nasalis larvatus) yang dikelola oleh Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) foundation. 

Dr. Gary L.Shapiro - President and Co-Founder Orangutan Republic Foundation

Kedatangan rombongan wisatawan mancanegara di Stasiun Riset Bekantan yang juga merupakan kawasan destinasi Site 8 Rute Barat Geopark Meratus ini, disambut oleh Dr. Amalia Rezeki founder SBI foundation bersama beberapa crewnya. 

Dikatakannya, ia sangat senang, kawasan Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak dikunjungi oleh beberapa wisatawan minat khusus, yang peduli dengan lingkungan dan satwa liar. 

“Mereka sangat tertarik dan appreciate dengan story telling tentang perjuangan kami dalam upaya pelestarian bekantan dan memulihkan ekosistem lahan basah di kawasan Pulau Curiak," jelas Amel sebutan akrab Dosen Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat.

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Oswald Huma - Executive Director at Signature Papua Tours and Travel, yang mendampingi wisatawan Kapal Pesiar Coral Geographer.

Dia mengaku terkesan dengan pengelolaan kawasan Pulau Curiak. Story telling tentang histori kawasan dari upaya kawan kawan NGO Sahabat Bekantan Indonesia dalam menyelamatkan bekantan dan pemulihan ekosistemnya dilakukan dengan baik.

Hal ini menjadi salah satu daya tarik bagi para wisatawan minat khusus yang berkunjung.

"Saya sebagai orang tours and travel sangat berminat menjadikan kawasan ini sebagai destinasi wisata minat khusus secara berkelanjutan," ucapnya.

Sementara itu peneliti senior orangutan Dr. Gary L.Shapiro - President and Co-Founder Orangutan Republic Foundation berkebangsaan Amerika Serikat, dengan berbahasa Indonesia yang cukup fasih, mengaku senang sekali bisa bertemu dengan orang-orang yang bekerja disini dengan semangat yang kuat. 

"Saya harap banyak orang yang akan datang dan support yayasan ini, dan punya visi yg sama," jelasnya.

Pekerjaan pionirnya di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan, dari tahun 1978 hingga 1981, meliputi pengajaran bahasa isyarat kepada orangutan pasca direhabilitasi dihabitat aslinya.

Sedangkan Anne - guest lecture - dari coral expedition, mengatakan sangat terkesan atas kunjungannya kali ini di Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak dan ia sangat menyayangkan waktunya terlalu pendek.

“I think this place is wonderful, it's really inspirational what has been done in a really short time," ucapnya.

Wisatwan yang berkunjung ke Pulau Curiak diajak oleh Amel berjalan ditrek titian ulin mengelilingi kawasan restorasi mangrove rambai (Sonneratia caseolaris), sambil mengamati perilaku bekantan, serta satwa liar khas lahan basah lainnya. 

Kemudian berkunjung ke green house pembibitan pohon mangrove, sekaligus diajak berpartisipasi menanam pohon mangrove.

Artikel Asli : https://kalsel.antaranews.com/amp/berita/447002/dr-amalia-rezeki-sambut-wisatawan-kapal-pesiar-australia-di-stasiun-riset-bekantan

Dr Amalia Rezeki Terima Kunjungan Peneliti dari Utsunomiya University Jepang di Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak

Banjarmasin, Kalimantanpost- Dr Amalia Rezeki, Founder Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) foundation menerima kunjungan delegasi dari Utsunomiya University, Jepang yang dipimping langsung oleh Futoshi Ishiguri, selaku Associate Professor dengan  didampingi Ikumi Nezu dan Hikari Yokohama, serta Prof Sunardi, PhD Kepala LPPM Universitas Lambung Mangkurat (ULM) di Stasiun Riset Bekantan dan Ekosistm Lahan Basah Pulau Curiak, Anjir Muara Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan (Kalsel), Minggu (11/5/2025).

Sahabat Bekantan Indonesia

Kedatangan Futoshi Ishiguri ke Pulau Curiak, untuk melihat langsung stasiun riset yang dikelola oleh SBI dengan bekerjasama ULM dan Pemerintah Kabupaten Barito Kuala serta melihat bekantan (Nasalis larvatus), primata monyet besar dari dunia lama, yang menjadi ikon Provinsi Kalsel. 

Futoshi Ishiguri, peneliti dari Utsonimya  University, mengatakan sangat tertarik dengan Stasiun Riset Bekantan & Ekosistem Lahan Basah, Serta Upaya pemulihan Ekosistem yang dilakukan Dr Amalia Rezeki bersama timnya

Futohsi Ishiguri


"Tempat ini sangat menarik, karena saya melihat banyak sekali pohon yang ditanam dan pohon-pohon membuat habitat dan mengundang satwa liar. Jadi ini adalah hal yang sangat penting, saya percaya manusia berkontribusi untuk menjaga kondisi ekologi di sini. Jadi, saya sangat tertarik di sini," ujarnya.

Disisi lain, Prof Sunardi, PhD kepala LPPM ULM, mengatakan sangat terkesan melihat Stasiun Riset Bekantan dan luar biasa, baik fasilitasnya maupun ekosistem lahan basahnya yang terjaga dengan baik.

"Saya bersama Prof Futoshi Ishiguri dari Utsunomiya University. Janu sabfat senang Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) dan ULM memiliki stasiun riset bekantan. Ini sangat penting, untuk menjaga lingkungan kita baik flora maupun fauna yang sebagian hampir punah, dan ini kewajiban kita untuk melindungi," katanya dengan semangat.

Lebih lanjut Prof.Sunardi berjanji Insyaalah bersama Utsunomiya  University akan kolaborasi riset dan mengembangkan apa yang sudah ada di sini, yang sudah diinisiasi dan dipelopori oleh SBI dan ULM.

Artikel asli : https://kalimantanpost.com/2025/05/dr-amalia-rezeki-terima-kunjungan-peneliti-dari-utsunomiya-university-jepang-di-stasiun-riset-bekantan-pulau-curiak



Kagum pada Konservasi Bekantan, Dosen Kanada Jadi Relawan di Kalimantan Selatan

Dosen kriminologi dari Kanada, Valerie Preseault, terpukau oleh upaya konservasi bekantan di Kalimantan Selatan dan menjadi relawan untuk membantu pelestarian primata langka tersebut.

Sahabat Bekantan Indonesia

Seorang dosen kriminologi dari Universitas Montreal, Kanada, Valerie Preseault, mengungkapkan kekagumannya terhadap upaya konservasi bekantan di Pulau Curiak, Kalimantan Selatan. Valerie, yang telah mengagumi bekantan sejak usia 9 tahun, terkesima dengan dedikasi Dr. Amalia Rezeki dan timnya dalam menjaga kelestarian ekosistem mangrove sebagai habitat primata unik ini. Kunjungannya ke Indonesia merupakan puncak dari impiannya selama tiga tahun untuk berkontribusi langsung dalam pelestarian bekantan.

Kepuasan Valerie terlihat jelas saat ia menyatakan apresiasinya terhadap kerja keras Dr. Amalia Rezeki dan timnya. "Saya sangat kagum dan apresiasi yang tinggi atas dedikasi Dr. Amalia Rezeki dan timnya dalam upaya pelestarian bekantan di Indonesia," ujarnya di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu lalu. Keinginan kuat untuk berkontribusi pada pelestarian bekantan ini mendorongnya untuk relawan dan membantu sebisa mungkin.

Ketertarikan Valerie pada bekantan, yang juga dikenal sebagai monyet Belanda, telah lama tertanam. Melalui berbagai media, ia terus mengikuti perkembangan informasi seputar primata endemik Kalimantan ini. Pencarian informasi tersebut membawanya menemukan sosok Dr. Amalia Rezeki, seorang ahli konservasi bekantan dari Universitas Lambung Mangkurat, yang kemudian menjadi inspirasi bagi kunjungannya ke Indonesia.

Pengalaman Tak Terlupakan di Pulau Curiak

Selama hampir seminggu, Valerie mengikuti berbagai kegiatan Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) di Stasiun Riset Bekantan di Pulau Curiak dan Pusat Transit Bekantan. Ia aktif berpartisipasi dalam restorasi hutan mangrove, menanam dan merawat pohon mangrove, serta melakukan monitoring populasi bekantan. Selain itu, Valerie juga terlibat dalam sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat nelayan setempat tentang pentingnya menjaga ekosistem mangrove dan melindungi bekantan.

Pengalamannya di Pulau Curiak bukan hanya sebatas kegiatan konservasi. Valerie juga berbagi ilmu sebagai dosen tamu di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), memberikan kuliah yang dihadiri sekitar 150 mahasiswa. Kesempatan ini menjadi pengalaman berharga baginya, sekaligus menunjukkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan dapat dipadukan dengan berbagai bidang keahlian.

Sebagai President of the comity of admission of OPCQ (Ordre professionnel des criminologues du Québec), Valerie memiliki latar belakang yang berbeda dari bidang konservasi. Namun, kecintaannya pada bekantan telah menghubungkannya dengan Dr. Amalia Rezeki dan membuka kesempatan untuk berkontribusi dalam pelestarian satwa langka ini. Dedikasi dan kerja kerasnya dalam bidang yang berbeda menunjukkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan dapat datang dari berbagai latar belakang.

Apresiasi atas Upaya Konservasi Bekantan

Dr. Amalia Rezeki, founder dari Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), menyambut baik kedatangan Valerie. Ia merasa bangga dan senang atas kontribusi sukarela Valerie yang datang dari jauh untuk membantu pelestarian bekantan di Indonesia. Kehadiran Valerie menjadi bukti nyata bahwa upaya konservasi bekantan di Indonesia mendapatkan perhatian internasional dan dukungan dari berbagai kalangan.

Kunjungan Valerie Preseault menjadi inspirasi bagi upaya konservasi bekantan di Indonesia. Kerja sama internasional seperti ini sangat penting untuk menjaga kelestarian primata langka ini dan ekosistemnya. Dukungan dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri, sangat dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan upaya konservasi jangka panjang.

Keberhasilan konservasi bekantan di Pulau Curiak menjadi contoh nyata bagaimana upaya pelestarian satwa langka dapat dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk relawan dari luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan merupakan tanggung jawab bersama yang perlu diwujudkan melalui aksi nyata.

Melalui kerja sama dan kolaborasi yang kuat, upaya pelestarian bekantan dan ekosistem mangrovenya dapat terus berlanjut, memastikan kelangsungan hidup primata unik ini untuk generasi mendatang. Semoga kisah Valerie Preseault dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk terlibat dalam upaya konservasi lingkungan.

Baca juga di artikel : https://planet.merdeka.com/amp/hot-news/kagum-pada-konservasi-bekantan-dosen-kanada-jadi-relawan-di-kalimantan-selatan-384681-mvk.html

Sabtu, 09 Maret 2024

Dunia Sambut Gembira Kelahiran Bayi Bekantan Di Stasiun Riset Bekantan - Situs Geopark Meratus

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Awal tahun ini, bertepatan peringatan World Wildlife Day, 3 Maret 2024. Dr Amalia Rezeki founder Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) kembali menyambut kelahiran tiga ekor bayi bekantan, di Stasiun Riset Bekantan di kawasan Pulau Curiak yang juga merupakan situs Geopark Meratus di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Bayi Bekantan di Pulau Curiak

Amel, sapaan akrab Doktor Konservasi Bekantan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini, mengatakan bayi bekantan yang belum teridentifikasi jenis kelaminnya itu lahir dari tiga indukan bekantan betina yang berbeda dari kelompok alpha. Kelahiran bayi bekantan tersebut terjadi dengan rentang waktu satu bulan. Yang pertama lahir akhir bulan januari dan yang kedua serta yang ketiga lahir pada awal bulan maret 2024 ini.

Dua Bayi bekantan di Pulau Curiak

“Alhamdulillah, kelahiran bayi-bayi bekantan ini, adalah merupakan anugerah terindah dari kerja keras SBI yang berupaya memulihkan ekosistem mangrove rambai di kawasan penyangga habitat bekantan yang awalnya hanya 14 individu di tahun 2016, dan kini populasinya bertambah menjadi 46 individu,” jelas Amel dengan gembira, Senin (4/3/2024).

SBI

Sementara itu Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalsel menyambut gembira atas kelahiran bayi bekantan di Stasiun Riset Bekantan – Pulau Curiak, dan mengapresiasi upaya mitra binaannya SBI dalam turut mendukung program pemerintah terhadap pelestarian bekantan di Indonesia.

“Saya menyambut gembira atas kelahiran bayi bekantan tersebut. Itu menunjukkan habitat populasi bekantan disana bagus, kondisi pakannya, dan
Kemudian kondisi lingkungannya nyaman, karena bekantan ini jika berada di lingkungan yang tidak nyaman bisa menyebabkan stres,” kata M. Ridwan Effendi, S.Hut, M.Si, Plt Kepala BKSDA Kalsel.

Disisi lain, Prof. Tim Roberts dari University of New Castle – Australia, yang namanya diabadikan dikawasan riset dan konservasi bekantan ini ( Camp Tim Roberts ). Ia senang mendengar berita kelahiran bayi bekantan dan mengapresiasi kerja keras tim SBI dalam upaya pelestarian bekantan.

“ Thanks so much for this great news. Very exciting to hear the troop is growing. It is a testament to your hard work. I look forward to seeing you again in Indonesia “, puji Prof. Tim Roberts pada Amel sebagai founder SBI yang mengelola kawasan Camp Tim Roberts.

Sedangkan Prof. Charles Lee, peneliti bekantan dari University of New Castle – Singapure, yang juga ikut terlibat membantu pengembangan Stasiun Riset Bekantan serta upaya pelestarian bekantan. Merasa senang dan bangga bisa turut berkontribusi nyata.

“Congratulations to SBI for giving me such an opportunity to be involved in this life long project. I feel very privileged to contribute only a very small part of this journey,” jelas Prof. Charles Lee. (ful/KPO-3)

Rabu, 05 Juli 2023

Kerja Keras SBI Selamatkan Bekantan dan Habitatnya

Keberadaan satwa liar sering menjadi parameter kondisi lingkungan atau habitat tempat mereka tinggal. Semakin rusak habitat, semakin besar kemungkinan satwa liar berkurang populasinya atau punah.

bekantan

Di Kalimantan Selatan, bekantan (Nasalis larvatus) merupakan satwa endemik yang dilindungi dan menjadi maskot daerah tersebut. Primata berhidung mancung dan dikenal pemalu ini berstatus terancam punah (Endangered) terutama akibat kerusakan dan alih fungsi habitat, kebakaran hutan, perburuan liar, dan perubahan iklim.

Kondisi tersebut mendorong Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) untuk menyelamatkan bekantan dan habitatnya di Pulau Curiak, Kabupaten Barito Kuala. Setelah berjalan hampir sepuluh tahun, jerih payah komunitas ini berbuah manis. Pada Juli 2022, SBI menerima penghargaan Kalpataru 2022 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas dedikasinya dalam meningkatkan populasi bekantan dan menambah luas lahan hutan mangrove rambai.

Amalia Rezeki

Membeli kembali lahan

SBI didirikan oleh Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia). Sejak awal, komunitas ini mengusung misi ‘Save Our Mascot’ dengan menggalakkan sosialisasi, perlindungan habitat, dan penghentian perburuan bekantan.

Untuk menyelamatkan bekantan dan melestarikan habitatnya, SBI menjalankan tiga program, yakni:

  1. Buy back land atau membeli kembali lahan yang telah atau sempat dialihfungsikan.
  2. Restorasi mangrove rambai.
  3. Pemberdayaan masyarakat. 

Untuk program yang pertama, SBI membeli kembali sejengkal demi sejengkal lahan yang semula merupakan hutan mangrove dan habitat bekantan serta keanekaragaman hayati lahan basah lainnya untuk direstorasi dan ditanami pohon mangrove rambai. Lahan tersebut sempat dibeli oleh pengusaha dan dialihfungsikan menjadi kawasan industri dan pemukiman.

Setelah dilakukan restorasi, luas Pulau Curiak yang semula hanya 2,4 hektare, kini bertambah menjadi 4,01 hektare. Sejak 2015, lahan di seberang Pulau Curiak dihutankan kembali dengan penanaman 10.000 pohon mangrove rambai (Soneratia caseolaris) sebagai zona penyangga habitat bekantan.

Pohon-pohon tersebut tumbuh dengan baik dan kini membentuk pulau delta baru di kawasan Sungai Barito yang sekarang dihuni oleh sekelompok bekantan. Selain sebagai habitat bekantan, hutan mangrove rambai juga dapat menyerap karbon dioksida empat kali lebih banyak dari hutan tropis lainnya.

Di samping itu, SBI juga menyediakan program Adopsi Bekantan. Program ini menyelamatkan bekantan yang tadinya dipelihara oleh masyarakat. Berkat restorasi hutan mangrove rambai dan adopsi bekantan, populasi bekantan di pulau tersebut berangsur-angsur meningkat, dari 14 ekor pada  tahun 2016 menjadi 38 ekor saat ini. Sepanjang 2022, delapan ekor bayi bekantan lahir di kawasan Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak dan satu ekor lahir di Bekantan Rescue Center Banjarmasin.

“Menyelamatkan bekantan tidak mungkin tanpa menyelamatkan habitatnya. Untuk itulah, kami tim SBI berusaha sekuat tenaga berupaya memenuhi daya dukung bagi habitat bekantan,” kata Amalia Rezeki, pendiri SBI yang juga dosen Pendidikan Biologi di Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

Kembangkan desa wisata

Tidak hanya menyelamatkan bekantan dan habitatnya, SBI juga mengembangkan desa wisata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Desa wisata dibuka dengan memanfaatkan bentang alam kawasan Pulau Curiak serta kearifan lokal masyarakat desa setempat.

Untuk mendukung pengembangan desa wisata tersebut, SBI memberikan berbagai pelatihan kepada masyarakat tentang kepariwisataan dan bisnis pendukungnya, dan membangun Rumah UMKM dengan dukungan dari PT Pertamina. Promosi digencarkan dengan membangun Bekantan Corner di Bandara Internasional Syamsudin Noor Banjarbaru dan berhasil menarik wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri untuk berkunjung.

Dalam menjalankan semua inisiatif tersebut, SBI tidak sendirian. Komunitas ini mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak, di antara ULM, lembaga pemerintah pusat, BUMN, pemerintah daerah, swasta, dan juga media massa.

Apa yang dilakukan oleh SBI merupakan contoh praktik baik yang dapat diadaptasi atau dikembangkan di daerah-daerah lain di Indonesia dalam rangka mendukung upaya penyelamatan satwa liar sekaligus melestarikan lingkungan untuk memitigasi dampak perubahan iklim. Kerja sama atau partisipasi semua pihak, terutama para pemangku kepentingan, merupakan hal penting untuk mendukung inisiatif semacam ini.


sumber  : greennetwork.id