River Safari Cruis

Bekantan are native to the wetland forest. They are living among trees. So while on river safari cruise.

Summer course Program

Proboscis monkey conservation in Bekantan Research Station Curiak Island South Kalimantan

Donation for Bekantan Conservation

WA 0812 5826 2218 (SBI Official) | Paypal ID Saveproboscismonkey| BNI ACC 0339933396

Observation

Observation Proboscis Monkey Habitat in Curiak Island South Kalimantan

Endangered Species

Support and Help Amalia Rezeki and Her SBI Foundation For Bekantan Conservation in South Kalimantan - Indonesia

Sabtu, 28 Maret 2015

Launching Hari Bekantan 28 April

Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) mencanangkan Hari Bekantan Indonesia pada 28 April 2015 ditandai dengan melepas liarkan bekantan dan penanaman pohon sebagai dimualinya gerakan pelesatrian bekantan dan lingkungannya.
Ketua DPRD Tingkat I Kalsel Hj. Noormiliyani Bersama Duta Bekantan Untuk Australia
Tanam Pohon Usai Launching Hari Bekantan di Pulau Bakut -Batola


"Pencanangan ini didasari SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 
Januari tentang Bekantan (Nasalis Larvatus) sebagai Maskot Provinsi Kalimantan Selatan," kata Ketua SBI Amalia Rezeki di Pulau Bakut Kabupaten Barito Kuala, Sabtu.

Pencanangan atau launching Hari Bekantan dilakukan Ketua DPRD Tingkat I Kalsel Hj. Noormiliyani di saksikan Bupati Barito Kuala Hasanudin Murad, Kepala BKSDA Kalsel Ir.Lukito Andi Widyarto, Rektor Unlam Sutarto Hadi, Kepala BLHD Kalsel, Asisten Bidang Pembangunan Provinsi Kalel yang mewakili guberur Kalsel.

Serta Camat Anjir Muara dan Camat Alalak dan seluruh pendukung acara seperti PT Adaro, PT Antang Gunung Meratus, Forum Komunitas Hijau (FKH) Banjarmasin dan Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) STIKP PGRI serta biodeversitas Indonesia.

Menurut Amalia Rezeki gerakan kepedulain terhadap hewan yang hanya hidup di Pulau Kalimanatan tersebut karena sekarang ini kehidupannya sudah terancam.

"Apalagi kera berhidung mancung itu merupakan hewan endemik yang hidup dilingkungan tertentu dan makannya tertetentu pula seperti di Pulau Bakut ini yang banyak pohon rambai dan hutan mangrove," terang Amalia.

Ditambahkannya sebagai warga Kalimantan Selatan harus peduli dengan keberlangsungan hidup bekantan dengan memelihara lingkungan dan jangan menangkapnya untuk dipelihara atau dijual.

"Jangan sampai pada 20 atau 30 tahun nanti bekantan punah hanya tinggal nama sehingga anak cucu kita nanti hanya bisa melihat fotonya saja", tegas Amalia.

Pada kesempatan tersebut juga dilakukan MoU antara Unlam - Biodeversitas Indonesia, Unlam - BKSDA Kalsel, serta pengukuhan Duta Bekantan untuk Indonesia dan Duta Bekantan untuk Jerman yang di wakili Franciska Puch.

Launcing juga diramaikan atraksi menarik dari Mapala IAIN Antarasari dan perkumpulan reftil Banjarmasin serta Komonitas Musang Banjarmasin (KOMBA)./Jantra Untung/Asmuni

Sumber : Antara news

Selasa, 24 Maret 2015

Hari Bekantan Indonesia 28 Maret

Banjarmasin, InfoPublik - Tanggal 28 Maret dicanangkan sebagai Hari Bekantan Indonesia wilayah Kalimantan Selatan, yang ditandai dengan berbagai kegiatan.

Peringatan Hari Bekantan (28 Maret)
Di Kalimantan, jenis kera ini dikenal juga dengan nama Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau. Satwa Bekantan (Nasalis larvatus) ini merupakan Maskot Provinsi Kalimantan Selatan (SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990).
"Kami ingin mengajak semua pihak untuk peduli terhadap satwa langka yang menjadi ikon Kalsel tersebut, melalui Hari Bekantan Indonesia," kata Pimpinan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Amalia Rezeki.
Amalia Rezeki kepada pers di Banjarmasin, menyebutkan ditetapkannya tanggal tersebut adalah saat ditetapkannya Bekantan sebagai maskot Kalsel. Dia menyebutkan sesuai rencana adalah melakukan observasi kawasan konservasi dan pelepasliaran bekantan di habitatnya.
"Insya Allah nanti dihadiri Ketua DPRD Kalsel, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel, institusi perguruan tinggi, mahasiswa dan pelajar, kader konservasi, para aktivis lingkungan hidup, pecinta alam dan masyarakat sekitarnya," ujarnya.
Dari lansiran MK, lokasi yang dipilih dalam kegiatan tersebut adalah Pulau Kaget di mana lokasi tersebut merupakan habitat satwa Bekantan yang dipenuhi pohon rambai padi sebagai makanan utama satwa berbadan besar dan berhidung panjang tersebut.
“Sejak ditetapkannya Bekantan sebagai maskot Provinsi Kalsel oleh Gubernur Kalimantan Selatan, melalui persetujuan DPRD, berarti sudah 25 tahun bekantan yang menjadi ikon kebanggaan, namun demikian perhatian terhadap Bekantan dirasakan belum optimal,” tutur Amalia.
Melalui kegiatan Hari Bekantan Indonesia tersebut, diharapkan memunculkan kepedulian masyarakat terhadap satwa khas Pulau Borneo itu.
Berdasarkan perkiraan tanpa ada pelestarian maka Bekantan bisa dipastikan punah, sebab di Kota Banjarmasin ini saja sudah punah padahal diakhir tahun 1980-an masih bisa dijumpai di kawasan Trisakti, Kuin, dan Kayutangi.
"Kami menaruh keprihatinan yang mendalam terhadap kondisi bekantan di Kalsel yang populasinya turun sangat drastis, untuk itulah kami ingin membangun kepedulian bersama," katanya. (wln/toeb)

Sumber : http://infopublik.id/read/107106/bekantan-maskot-kalimantan-selatan.html

Sabtu, 21 Maret 2015

MENYELAMATKAN SATWA UNIK BEKANTAN MELALUI EKOWISATA LAWAHAN

Banjarmasin, 13/3 (Antara) – Keprihatinan terhadap kehidupan kera Bekantan (Nasalis larvatus) begitu kuat dilontarkan masyarakat, tetapi begitu hebat pula kerusakan lingkungan oleh masyarakat yang mendesak populasi satwa endemik Kalimantan tersebut. Berdasarkan undang-undang, satwa Bekantan termasuk dilindungi, di antaranya melalui UU Nomor 7 Tahun 1999. Walau ada aturannya, tetapi kenyataannya sampai saat ini tak ada tersangka atau pihak yang dijerat melalui aturan tersebut.

Bekantan (Nasalis larvatus)
Populasi Bekantan terus menyusut akibat eksploitasi hutan, baik oleh penebangan, penambangan serta alih fungsi lahan dari hutan ke kebun kelapa sawit, serta akibat kebakaran hutan belakangan ini.Selain itu Bekantan juga diburu oleh manusia untuk berbagai kepentingan dan secara alami satwa itu juga diburu oleh buaya muara, ular sawah, biawak, dan elang laut. Bekantan agaknya hidup tergantung dari hutan lantaran satwa ini termasuk “leaf monkey”, hidupnya bergantung dari makanan yang berasal dari daun-daunan. Di kala dedaunan di habitatnya banyak yang rusak, saat itu pula kehidupan satwa unik tersebut terancam. 

Di Provinsi Kalimantan Selatan, tadinya banyak bekantan yang terlihat di mana-mana. Kawasan khusus satwa ini adalah Pulau Kaget wilayah pinggiran Sungai Barito yang berdekatan dengan Kota Banjarmasin. Tetapi karena pulau tersebut menjadi kawasan yang dieksploitasi manusia sekarang satwa tersebut sudah susah terlihat di habitatnya yang rusak itu. Keluhan demi keluhan terhadap populasi satwa yang juga sering disebut sebagai “kera bule” ini terus terangkat ke permukaan seperti yang terakhir di Kabupaten Kotabaru. Seperti yang dilansir media massa, seorang pemerhati lingkungan Akhyat Fauzan mengatakan, secara tidak langsung aktivitas pertambangan di Pulau Sebuku mengancam berkurangnya populasi satwa langka Bekantan. Aktivitas pertambangan yang tidak mempertimbangan pelestarian lingkungan menyebabkan populasi Bekantan semakin menyusut, ujar Akhyat tanpa menyebutkan jumlah populasinya dengan detail. Menurut dia, ada perusahaan yang tidak peduli terhadap kehidupan Bekantan yang mengandalkan kawasan hutan tersebut. Akhyat khawatir apabila kawasan hutan di Pulau Sebuku habis akibat aktivitas perusahaan tambang, lantas bagaimana nasib Bekantan yang jumlahnya kini terus berkurang itu. Sungguh ironi, Bekantan yang dulu bisa hidup bebas di alam terbuka itu kini mulai tersisih karena alamnya dijadikan tempat beraktivitas perusahaan. 

Namun tak semua perusahaan semata mengambil keuntungan alam tanpa memperhatikan lingkungan. Ada sebuah perusahaan di Tapin Selatan Kabupaten Tapin justru mencadangkan dana CSR untuk menyelamatkan Bekantan.Perusahaan tersebut PT Antang Gunung Meratus (AGM) bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tapin untuk melakukan rehabilitasi lahan penyelamatan Bekantan, dan lahan tersebut akan dijadikan Objek Ekowisata Lawahan. Untuk kepentingan tersebut, Pemkab Tapin menerbitkan Surat Nomor 188.45/060/KUM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bernilai Penting bagi Konservasi Spesies Bekantan. 

Pengembangan ekowisata Bekantan melalui pembentukan tim yang berasal pemerintah daerah, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Lambung Mangkurat (Unlam), WWF dan PT AGM.“Wilayah Ekowisata Bekantan ini dibangun di lahan seluas 90 hektare di kanal PT AGM. Kami harap selain PT AGM, penyelamatan habitat Bekantan juga menggandeng perusahaan lainnya,” kata Deputi Direktur Umum PT AGM Budi Karya Yugi Budi kepada penulis saat mengunjungi lokasi tersebut awal Maret ini. 

Menurut Budi Karya Yugi perusahaannya bersedia mengeluarkan uang miliaran rupiah hanya untuk konservasi lahan rawa yang rusak akibat terbakar dan merusak habitat kera yang menjadi maskot Kalsel tersebut.“Kami kini sedang melakukan rehabilitasi di lahan rawa yang tadinya ditumbuhi hutan galam dan kayu Pulantan yang rusak akibat terbakar masa musim kemarau lalu, untuk menyelamatkan kera Bekantan itu,” katanya.Menurut dia, biaya rehabilitasi lahan konservasi tersebut berasal dari dana CSR perusahaan untuk melakukan penghijauan, penanaman kembali bibit Galam, Pulantan, Lukut, dan tanaman hutan rawa lainnya. Melalui penanaman kembali tersebut, pihaknya akan merehabilitasi pohon yang rusak terbakar dan kini sudah berdaun muda untuk makanan satwa Bekantan, sehingga sekitar 300 ekor bekantan di kawasan tersebut bisa diselamatkan. Bahkan kawasan tersebut akan dijadikan lokasi ekowisata dan ternyata hal tersebut direspon oleh Pemerintah Kabupaten Tapin hingga menetapkan kawasan Desa Lawahan menjadi kawasan ekowisata. 

Kawasan yang ditetapkan menjadi ekowisata oleh pemerintah setempat seluas 90 hektare, artinya jika perusahaan merehabilitasi lahan 16 hektare berarti ada luasan 74 hektare yang menjadi tanggungjawab pemerintah setempat untuk merehabilitasinya. Untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai wilayah ekowisata PT AGM sudah membuatkan dermaga “klotok” (perahu motor tempel) ke wilayah tersebut, sekaligus menyediakan sarana jalan kaki dan menara pantau.“Kita ingin pengunjung tak bersentuhan langsung atau berdekatan dengan Bekantan karena satwa tersebut terlalu pemalu atau penakut dengan pengunjung. Karena itu kita sediakan menara pantau saja. Melalui menara pantau itulah pengunjung bisa menyaksikan kehidupan kera endemik ‘Pulau Borneo’ tersebut,” katanya. 

Mengutip keterangan Pemkab setempat, Budi Karya Yugi menuturkan ke depan selain bisa dilalui melalui wisata susur sungai, juga akan disediakan jalan darat dari Jalan A Yani kabupaten itu hingga ke lokasi, sehingga pengunjung bisa menggunakan mobil.Ia mengharapkan dengan adanya konservasi tersebut akan menjadikan wilayah yang berada dekat dengan kanal pengangkutan batu bara PT AGM tersebut menjadi objek wisata andalan Kabupaten Tapin, bahkan Kalsel, karena disitulah habitat Bekantan terbanyak.Secara terpisah Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) yang dipimpin ketuanya Amalia Rezeki menyatakan kegembiraannya adanya rehabilitasi lahan rawa oleh perusahaan swasta untuk menyelamatkan satwa kera hidung besar Bekantan (Nasalis larvatus) dari kepunahan.“Kami mengajak siapapun untuk berkomitmen menyelamatkan satwa Bekantan, dan ternyata itu sudah direspons perusahaan swasta PT AGM,” kata Amalia Rezeki kepada pers di Banjarmasin, Kamis. 

Didampingi pendiri SBI Feri, Amalia Rezeki menuturkan sejak ditetapkannya Bekantan sebagai maskot Provinsi Kalimantan Selatan oleh Gubernur Kalsel, melalui persetujuan DPRD tanggal 28 Maret 1990 berarti sudah 25 tahun bekantan yang menjadi ikon kebanggaan. Namun demikian perhatian terhadap bekantan dirasakan belum optimal.Oleh karena itu dengan adanya kesediaan swasta tersebut mengkonservasi lahan diharapkan akan memancing perusahaan lain berbuat serupa, walau dana yang digunakan melalui CSR perusahaan, tambahnya.

Pihaknya pada 28 Maret 2015 berencana mencanangkan Hari Bekantan Indonesia wilayah Kalimantan Selatan yang ditandai berbagai kegiatan.“Kami ingin mengajak semua pihak peduli terhadap satwa langka yang menjadi ikon Kalsel tersebut melalui Hari Bekantan Indonesia,” katanya seraya menyebutkan kegiatan tersebut antara lain melakukan observasi kawasan konservasi dan pelepasliaran bekantan di habitatnya.Selain itu adanya aksi “prusiking up sling” dari Jembatan Barito serta Festival Kelotok Hias yang akan dihadiri para petinggi Kalsel, seperti ketua DPRD, pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), institusi perguruan tinggi, mahasiswa dan pelajar, kader konservasi, para aktivis lingkungan hidup, pecinta alam dan masyarakat sekitarnya.Lokasi yang dipilih dalam kegiatan tersebut adalah Pulau Kaget yang merupakan habitat Bekantan, yang terdapat hutan rambai padi sebagai makanan utama satwa berbadan besar dan berhidung panjang tersebut.

Oleh Hasan Zainuddin 

SBI MINTA KEMBANGKAN EKOWISATA BEKANTAN PULAU BAKUT

Banjarmasin (ANTARA News)- Kelompok pecinta lingkungan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) meminta pemerintah Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, mengembangkan Pulau Bakut sebagai objek ekowisata Bekantan (Nasalis larvatus).



Bekantan Nasalis larvatus
Permintaan tersebut disampaikan Ketua SBI Amalia Rezeki yang disampaikannya kepada wartawan di Banjarmasin, Rabu menyusul adanya kegiatan penanaman kembali pohon rambai padi sebagai habitat Bekantan di Pulau Bakut atau wilayah yang berdekatan dengan Kota Banjarmasin tersebut.
Mengelilingi Pulau Bakut dengan Kelotok sembari mengamati ekosistem pulau
Ia menjelaskan, Pulau Bakut salah satu habitat Bekantan di Kalimantan Selatan dan sudah ditetapkan sebagai kawasan Taman Wisata Alam yang berbasiskan konservasi Bekantan sesuai SK Menteri Kehutanan RI Nomor 140/Kpts-II/2003 tanggal 21 April 2003.
Pulau Bakut Kalimantan Selatan
Panorama/ Pemandangan Jembatan Barito yang melintasi Pulau Bakut
Oleh sebab itu, di pulau seluas 18.70 hektare ini terletak di tengah-tengah Sungai Barito, termasuk wilayah administrasi Kabupaten Barito Kuala, merupakan habitat satwa kera hidung besar itu.

Bekantan salah satu primata terunik di dunia, adalah sebuah potensi yang semestinya dapat digali menjadi industri ekowisata alam, khususnya yang berbasis konservasi Bekantan. Seperti yang saat ini dikembangkan negeri jiran Serawak dan Brunai Darusalam, bahkan negara Singapura.

Ketiga negara tersebut menjadikan Bekantan sebagai ikon kunjungan wisatanya. Padahal Kalimatan Selatan memiliki potensi yang lebih kuat daripada mereka dalam hal ekowisata Bekantan.

Kalsel memiliki lebih banyak lokasi habitat dan populasi Bekantan, yang masih bisa digali dan dioptimalkan menjadi kawasan ekowisata alam tutur Amalia Rezeki.

Seperti halnya kawasan wisata alam, Pulau Bakut yang belum dikelola secara optimal, baik dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Lingkungan dan Kehutanan, melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan, maupun pemerintah daerah sendiri.

Mengingat Pulau Bakut memiliki potensi sebagai kawasan ekowisata yang cukup bagus, selain dari keberadaan Bekantan yang sudah cukup dikenal di dunia, di pulau ini terdapat sekitar 31 macam jenis burung serta reptil.

Reptil yang ada seperti biawak (Veranus salvator), Ular sanca (Phyton reticulatus), bahkan dulu pernah terdeteksi adanya buaya muara (Crocodillus porasus) dan yang tak kalah menariknya adalah ekosistem hutan mangrove dengan tumbuhan rambai (Soneratia caseolaris), Jingah (Gluta renghas).

Ia menambahkan, yang tidak kalah menariknya lagi dari sisi pariwisata, pulau Bakut juga menyajikan gambaran kehidupan masyarakat Suku Banjar dengan budaya sungainya.

Tidak jauh dari pulau ini terdapat lokasi pasar terapung yang sudah terkenal dimanca negara dan pulau kembang yang dihuni kerajaan kera (Macaca fascicularis) serta jika sore terdapat matahari terbenam (sunset) yang sangat cantik menghiasi langit di atas pulau Bakut.

Belum lagi keberadaan Jembatan Barito yang membentang membelah pulau ini, karena itulah SBI meminta kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah agar dapat mengoptimalkan potensi Pulau Bakut, sebagai kawasan wisata alam berbasiskan konservasi Bekantan.

Di pulau ini hendaknya dibangun berbagai fasilatas penunjangnya, seperti kantor pengolala sebagai pusat informasi, trap dan shelter atau menara pantau, lanjut Amalia Rezeki.

Pengembangan pembangunan ekowisata dengan objek Bekantan, merupakan upaya strategis dalam menggalang dukungan masyarakat, sekaligus menambah penghasilan masyarakat dan pendapatan daerah kabupaten Barito Kuala dan provinsi Kalimantan Selatan.

"Yang bisa ditawarkan dari kegiatan wisata Pulau Bakut adalah, pengamatan prilaku Bekantan, ekosistem rawa dengan hutan mangrove-nya, dan yang tidak kalah menariknya ialah kegiatan Wildlife photography yang saat ini banyak digandrungi wisatawan asing," jelas Amalia didampingi Ferri Husien pemerhati konservasi primata endemik Borneo yang juga fotografer Wildlife Biodiversitas Indonesia. 

Kontroversi Patung Bekantan

Patung Bekantan Janganlah Dianggap Berhala Oleh Hasan Zainuddin

Banjarmasin,(Antaranews Kalsel )- Seorang pemerhati kehidupan Bekantan (Nasalis larvatus) Akhmad Arifin meminta masyarakat Kalimantan Selatan menyambut baik rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin membangunkan patung bekantan setinggi delapan meter."Patung bekantan adalah bentuk kebanggaan kita adanya satwa unik ini di wilayah ini, makanya keberadaan patung jangan dinilai sebagai berhala," kata Akhmad Arifin yang juga dikenal sebagai pemandu wisata tersebut di Banjarmasin, Jumat.
Ikon Patung Bekantan di Banjarmasin Kalsel
Lestarikan Bekantan Maskot Provinsi Kalsel

Menurut Akhmad Arifin berhala berarti tak ada ujud nyata, sementara bekantan kan ada binatangnya dan menjadi maskot Kalsel lagi, dan wajar keberadaan satwa endemik Kalimantan tersebut dipublikasikan melalui sebuah patung."Saya menilai keberadaan patung itu akan menjadi ikon Kota Banjarmasin dan akan menjadi kebanggaan," katanya, seraya menyebutkan di berbagai kota lain juga mengabadikan binatang khas setempat melalui patung dan itu warganya mendukung saja.Lihat saja Surabaya dengan patung buayanya, Kalimantan Tengah dengan patung orangutannya, Amuntai dengan patung itik, Samarinda dengan patung enggang dan banyak kota lainnya, bahkan Singapura terkenal dengan patung singanya."Kita yang memiliki satwa unik berhidung panjang Bekantan itu wajarlah pula mengabadikannya melalui patung dan diyakini akan menjadi magnet kepariwisataan," tambahnya.

Sementara itu sebelumnya kelompok pecinta lingkungan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) juga memberikan apreiasi terhadap rencana pembangunan patung Bekantan di kawasan jalan Pier Tendean Banjarmasin tersebut.Organisasi pegiat lingkungan dan konservasi ini melalui ketuanya Amalia Rezeki mengatakan sudah 25 tahun sejak ditetapkannya Bekantan (Nasalis larvatus) sebagai maskot kebanggaan warga Kalimantan Selatan oleh gubernur Kalimantan Selatan melalui persetujuan DPRD tanggal 28 Maret 1990.Oleh karena itu SBI sangat menantikan sentuhan dari pemerintah daerah terhadap upaya pelestarian primata endemik Kalimantan tersebut, dan baru sekarang direspon secara positif oleh pemerintah daerah, melalui pemerintah Kota Banjarmasin dengan akan mendirikan patung bekantan sebagai sarana wisata dan identitas ibu kota provinsi ini.

"Kami menyambut positif pembangunan patung bekantan tersebut, sepanjang dengan tujuan sebagai identitas ibu kota Banjarmasin, dan upaya pengembangan pariwisata daerah, sarana pendidikan serta pelestarian bekantan yang merupakan primata endemik yang saat ini keberadaannya terancam punah, apalagi SBI sekarang mencanangkan Visit South Borneo 2015, Welcome To The Island Of Bekantan," jelas Amalia Rezeki.Amalia Rezeki yang juga dikenal sebagai dosen program studi pendidikan biologi Universitas Lambung Mangkurat tersebut mengatakan dari sudut pandang konservasi pelestarian bekantan, pembangunan patung bekantan ini bisa dijadikan sarana pendidikan.

Dengan adanya patung bekantan diharapkan mampu menumbuhkan kecintaan dan kepedulian warga kota terhadap maskotnya yang saat ini masuk dalam daftar merah lembaga konservasi dunia, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) sebagai satwa yang terancam punah serta termasuk Appendix I pada CITES yang mendapat perhatian tinggi dalam upaya konservasi. Di Indonesia sendiri memasukan bekantan sebagai satwa yang dilindungi melalui PP No 7 tahun 1999 serta dijadikan program utama Strategi & Rencana Aksi Konservasi Bekantan 2013 - 2022, tambahnya.***4***